Senin, 23 April 2012

Pembelajaran Geografi Berbasis IT



Kehadiran dan kecepatan perkembangan teknologi informasi (selanjutnya disebut TI) telah menyebabkan terjadinya proses perubahan dramatis dalam segala aspek kehidupan. Kehadiran TI tidak memberikan pilihan lain kepada dunia pendidikan selain turut serta dalam memanfaatkannya. TI sekarang ini memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang bersifat global dari dan ke seluruh penjuru dunia sehingga batas wilayah suatu negara menjadi tiada dan negara-negara di dunia terhubungkan menjadi satu kesatuan yang disebut global village atau desa dunia. Melalui pemanfaatan TI, siapa saja dapat memperoleh layanan pendidikan dari institusi pendidikan mana saja, di mana saja, dan kapan saja dikehendaki. TI adalah solusi bagi beragam masalah pendidikan. Secara khusus, pemanfaatan TI dalam pembelajaran dipercaya akan: (a) meningkatkan kualitas pembelajaran, (b) mengembangkan keterampilan TI (IT skills) yang diperlukan oleh siswa ketika bekerja dan dalam kehidupannya nanti, (c) memperluas akses terhadap pendidikan dan pembelajaran, (d) menjawab “the technological imperative” (keharusan berpartisipasi dalam TI), (e) mengurangi biaya pendidikan, dan (f) meningkatkan rasio biaya-manfaat dalam pendidikan.
Sistem pendidikan yang tidak memanfaatkan TI akan menjadi kadaluwarsa dan kehilangan kredibilitasnya. Namun, di sisi lain ada juga pendapat yang menyatakan bahwa situasi ini lebih disebabkan oleh adanya konspirasi yang mengakibatkan terjadinya ketergantungan dunia pendidikan terhadap TI. Kedua pendapat itu tidak perlu diperdebatkan karena memiliki kesahihan tersendiri dari persepektif yang berbeda. Justru, yang seharusnya menjadi perhatian adalah bagaimana dampak TI terhadap sistem pendidikan, terutama sistem pembelajaran, serta bagaimana strategi pemanfaatan TI dalam pembelajaran? Tentunya, untuk semua itu diperlukan langkah-langkah strategis agar dapat diperoleh hasil yang optimal.
Pembelajaran Geografi merupakan salah satu subsistem yang tidak luput dari arus perubahan yang disebabkan oleh kehadiran TI yang sangat intrusif. Dengan segala atributnya, TI menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan lagi dalam sistem pembelajaran Geografi. Beragam kemungkinan ditawarkan oleh TI untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Geografi. Di antaranya ialah (1) TI untuk peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional tenaga pengajar BI, (2) TI sebagai sumber belajar dalam pembelajaran Geografi, (3) TI sebagai alat bantu interaksi pembelajaran Geografi, dan (4) TI sebagai wadah pembelajaran, termasuk juga perubahan paradigma pembelajaran Geografi yang diakibatkan oleh pemanfaatan TI dalam pembelajaran Geografi.

2. Perubahan Budaya Pembelajaran Geografi
Pembelajaran Geografi memiliki tradisi, asumsi, kaidah ilmiah, serta norma akademik yang menjadikannya sebagai suatu sistem budaya tersendiri. Dari masa ke masa tradisi pembelajaran Geografi mengalami perubahan, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, beragam kebutuhan masyarakat, serta kemajuan teknologi informasi.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, TI membawa dampak tersendiri terhadap sistem pembelajaran Geografi. TI menawarkan beragam bentuk pemanfaatan dalam sistem pembelajaran BI pada khususnya dan pembelajaran pada umumnya, yaitu Computer Assisted Instruction (CAI), Computer Managed Learning (CML), dan Computer Mediated Communication (CMC). Bentuk pemanfaatan TI yang mutakhir dalam pembelajaran adalah proses pembelajaran maya atau yang dikenal dengan istilah virtual learning. Proses pembelajaran maya terjadi pada kelas maya (virtual classroom) dan atau universitas maya (virtual university) yang berada dalam cyberspace (dunia cyber) melalui jaringan internet.
Proses pembelajaran maya berintikan keterpisahan ruang dan waktu antara siswa dan tenaga pengajar, serta sistem belajar terbuka yang berintikan akses yang terbuka dan kebebasan memilih ragam sumber belajar serta alur proses belajar oleh siswa. Pembelajaran maya yang memanfaatkan the world wide web (WWW) pada prinsipnya memberikan apa yang diinginkan setiap orang (dalam beragam bentuk), di tempat yang diinginkannya, pada saat yang diinginkannya ( to give what people want, where they want it, and when they want it – www). Dengan demikian, siswa dapat memperoleh bahan ajar yang sudah dirancang dalam paket-paket pembelajaran yang tersedia dalam situs maya. Biasanya bahan ajar disediakan dalam bentuk multimedia terpadu, dan kemungkinan untuk mencetak bagian-bagian tertentu pada printer seseorang. Siswa dapat mempelajari bahan ajar tersebut sendiri, tanpa bantuan belajar apapun atau dari siapapun. Jika diperlukan, siswa dapat memperoleh bantuan belajar dalam bentuk interaksi yang difasilitasikan oleh komputer, yaitu belajar berbantuan komputer (computer assisted learning, atau interactive web pages), belajar berbantuan tenaga pengajar secara synchronous (dalam titik waktu yang sama), maupun asynchronous (dalam titik waktu yang berbeda), dan atau belajar berbantuan sumber belajar lain seperti teman dan pakar melalui surat elektronik (e-mail), diskusi (chat-room), perpustakaan (melalui kunjungan ke situs-situs basis informasi yang ada dalam jaringan internet). Di samping itu, siswa juga memiliki catatan-catatan pribadi dalam note-book. Penilaian hasil belajar mahasiswa (web-based evaluation) juga dapat dilakukan secara terbuka melalui komputer, kapan saja mahasiswa merasa siap untuk dinilai (atau embedded/terintegrasi dalam virtual course).
Secara umum, proses pembelajaran maya dapat menjadi sistem pembelajaran tersendiri (instructor independent), atau juga digabungkan dengan proses pembelajaran langsung (tatap muka di kelas) yang mengandalkan kehadiran tenaga pengajar (instructor dependent). Apapun bentuknya, pemanfaatan TI dalam pembelajaran membawa perubahan tradisi atau budaya pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis TI, peran tenaga pengajar sebagai the sole authority of knowledge berubah menjadi fasilitator bagi siswa untuk berinteraksi dengan berbagai sumber belajar dan bersama siswa menemukan berbagai sumber belajar dan informasi terkini dalam bidang ilmunya. Dalam hal ini, tenaga pengajar dan siswa tidak mungkin lagi untuk bergantung hanya pada satu sumber belajar saja. Sumber belajar dalam pembelajaran berbasis TI tidak hanya terbatas pada ruang kelas, satu orang tenaga pengajar, satu buku teks, atau sumber yang terdapat di lingkungan institusi pendidikan itu sendiri, melainkan terbuka lintas institusi, lintas negara, dan lintas waktu.
Sementara itu, adanya tuntutan untuk berinteraksi dengan beragam sumber belajar mengakibatkan siswa perlu menguasai keterampilan navigasi informasi (knowledge navigation), keterampilan berkomunikasi dengan beragam sumber belajar, dan keterampilan belajar mandiri. Keterampilan tersebut merupakan rangkaian kompetensi yang harus dikuasai siswa dan menjadi indikator kualitas siswa pada era teknologi informasi. Dalam hal ini, siswa bukan lagi gelas kosong yang harus diisi oleh tenaga pengajar, tetapi merupakan manusia utuh, unik, memiliki potensi, serta kaya akan pengalaman belajar dan pengetahuan yang telah dikuasainya. Dengan demikian, siswa diasumsikan mampu untuk belajar secara mandiri melalui interaksinya dengan beragam sumber belajar.
Dengan perubahan-perubahan tersebut, budaya pembelajaran mengalami perubahan secara keseluruhan. TI secara nyata menyebabkan terjadinya perubahan budaya pembelajaran, dari pembelajaran yang berfokus pada tenaga pengajar atau materi (teacher-centered atau content-centered) menuju budaya pembelajaran yang berfokus pada siswa dan kompetensi, atau pengalaman belajar. Pembelajaran yang berorientasi pada siswa/kompetensi memiliki ciri utama yang berbeda dari pembelajaran berorientasi pada tenaga pengajar/materi. Perbedaan keduanya adalah sebagai berikut.

Kendati perbedaan keduanya bersifat continuum (rentangan), namun pembelajaran berbasis TI akan secara kental diwarnai dengan pembelajaran yang berorientasi pada

Pembelajaran berorientasi pada dosen atau materi dicirikan oleh:
Mengajar
Dosen
Materi keilmuan
Jawaban yang benar atau terbaik
Penyajian oleh dosen
Perampatan


Pembelajaran berorientasi pada siswa atau kompetensi dicirikan oleh:
Belajar
Siswa
Proses dan produk
Ragam alternatif
Penemuan atau konstruksi makna
Situasional dan individual

Tabel tersebut menunjukkan bahwa dalam pembelajaran berorientasi pada siswa dan kompetensi, belajar berarti menciptakan makna sebagai hasil interaksi siswa dengan lingkungan belajar dan beragam sumber belajar, termasuk tenaga pengajar. Dengan demikian, tidak ada lagi partisipasi siswa yang pasif menerima informasi keilmuan yang disampaikan dosen, dan kemudian mereproduksi dari informasi keilmuan secara benar dan tepat sebagai hasil belajar. Sementara itu, menjadi tenaga pengajar dalam pembelajaran berorientasi pada siswa dan kompetensi berarti menjadi perancang pengalaman belajar yang bermakna, dan menjadi fasilitator proses belajar siswa. Tenaga pengajar merupakan scaffolder yang membantu siswa untuk mengisi ketimpangan skemanya (zone of proximal development) Dengan demikian, dalam pembelajaran berorientasi pada siswa dan kompetensi, tenaga pengajar tidak lagi mengajar, tetapi memberi bantuan kepada siswa untuk berkembang. Perubahan budaya belajar tersebut memperlihatkan bahwa dalam budaya belajar yang baru ini siswa diposisikan sebagai pembelajar yang menggali, mengolah, dan membangun makna (pengetahuan, sikap, dan keterampilan). Orientasi pembelajaran pun bergeser dari teaching ke learning, dari transmission (sekadar penyampaian informasi) ke transaction dan transformation (memberdayakan siswa sebagai individu yang memiliki potensi dan kemampuan untuk menggali, mencari, serta mengolah dan memaknai informasi).

0 komentar:

Posting Komentar